Informasi Untuk Umum _ Brigez lahir di SMUN 7
Bandung, sesuai dengan namanya Brigade Seven. Sejak masih embrio pada tahun
80-an geng ini merupakan rival terberat XTC. Awal terbentuknya tak lebih dari
hanya sekadar kumpul-kumpul biasa.
“Kami hanya ingin bebas menjalankan motor,
tidak pakai helm, tidak pakai lampu apalagi rambu-rambu,” kata Ilmanul, salah
satu pendiri Brigez.
Dulu geng ini hanya beranggotakan tidak lebih
dari 50 motor. Kini pengikutnya mencapai ribuan motor dan tersebar di berbagai
daerah di Jawa Barat. Sistem pengorganisasiannya tidak jelas. Tidak ada
pengurus, hanya ada ketua yang bertugas mengkoordinir saja.
Warna bendera negara Irak tanpa huruf Arab di
tengahnya, menjadi lambang identitas kelompok ini dengan kelelawar hitam
sebagai simbolnya. Nama Brigez acapkali diplesetkan menjadi Brigade setan atau
Brigade Senja, karena mereka sering nongkrong bersamaan dengan kepulangan sang
surya.
Berbeda dengan XTC, Brigez identik dengan
sikap anti birokrasi. Mereka menolak bersimbiosis dengan lembaga plat merah
atau ormas bentukan kelompok politik tertentu. Menurut Ilmanul, lamaran dari
Ormas Pemuda Pancasila untuk bergabung, ditolaknya mentah-mentah.
Kalau pun ada anggotanya yang menjadi kader
partai, itu lebih bersifat individu dan tidak membawa bendera Brigez. Bersamaan
dengan Brigez, muncul pula Grab on Road (GBR). Yang berbeda, geng ini
dilahirkan di lingkungan SMPN 2 Bandung. Mereka tak rikuh kebut-kebutan,
sekalipun banyak yang belum pegang surat ijin mengemudi.
Kelompok ini mengidentifikasi diri dengan
segala sesuatu berbau Jerman, paling tidak warna benderanya hitam-merah-kuning
(urutan dari atas ke bawah). Meski lahir di SMPN 2 Bandung, anggota GBR
beragam. Bukan hanya siswa atau alumni sekoah itu saja, tapi kalangan umum
lain.
Supiana, Pebina Urusan Kesiswaan SMPN 2
Bandung, menolak sekolahnya diidentikan dengan geng. “Tidak ada fakta bahwa GBR
berdiri di SMPN 2,” ujarnya. Namun ia membenarkan halaman sekolahnya dijadikan
tempat bergerombol pada sekitar tahun 80-an.
MASUK ke dalam komunitas ini tidak cuma-cuma.
Calon anggota Moonraker, misalkan, tak jarang diwajibkan mengendarai motor
tanpa rem dari Lembang hingga Jalan Setibudhi Bandung. Jaraknya sekitar 15
kilometer.
Kalau tidak disuruh ngebut tanpa rem, anak
baru dipaksa berkelahi dengan seniornya. Pendeknya, mereka tampil pada panggung
kehidupan sosial dengan menawarkan model-model kekerasan. Diakui atau tidak,
itulah pola yang terbentuk melalui berbagai gerakan yang mereka tampilkan.
Tindakan kekerasan seperti kebutuhan spritual untuk membentuk identitas
kelompoknya.
Belum ada tanggapan untuk "SEJARAH LAHIRNYA BRIGES DAN GBR / GENG MOTOR BANDUNG"
Posting Komentar