Informasi
Untuk Umum_ Apabila seorang perempuan berzina kemudian hamil, maka anak yang
dilahirkannya adalah anak zina dengan kesepakatan para ulama.
Apabila
seorang perempuan berzina kemudian dia hamil, maka bolehkah dia dinikahi oleh
laki-laki yang tidak menghamilinya? Dan kepada siapakah dinasabkan anaknya?
Jawabnya
:
Dalam
hal ini para ulama kita telah berselisih menjadi dua madzhab. Madzhab yang
pertama mengatakan boleh dan halal dinikahi dengan alasan bahwa perempuan
tersebut hamil karena zina bukan dari hasil nikah. Sebagaimana kita ketahui
bahwa Syara’ (Agama) tidak menganggap sama sekali anak yang lahir dari hasil
zina seperti terputusnya nasab dan lain-lain sebagaimana beberapa kali kami
telah jelaskan di muka. Oleh karena itu halal baginya menikahinya dan
menyetubuhinya tanpa harus menunggu perempuan tersebut melahirkan anaknya.
Inilah
yang menjadi madzhabnya Imam Syafi’iy dan Imam Abu Hanifah. Hanyasanya Abu
Hanifah mensyaratkan tidak boleh disetubuhi sampai perempuan tersebut
melahirkan.
Adapun
madzhab kedua mengatakan haram dinikahi sampai perempuan tersebut melahirkan
beralasan kepada beberapa hadits :
Hadits
pertama:
عَنْ
أَبِي الدَّرْدَاءِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَتَى
بِامْرَأَةٍ مُجِحٍّ عَلَى بَابِ فُسْطَاطٍ فَقَالَ لَعَلَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُلِمَّ
بِهَا فَقَالُوا نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَلْعَنَهُ لَعْنًا يَدْخُلُ مَعَهُ قَبْرَهُ كَيْفَ يُوَرِّثُهُ
وَهُوَ لَا يَحِلُّ لَهُ كَيْفَ يَسْتَخْدِمُهُ وَهُوَ لَا يَحِلُّ لَهُ
Artinya
: Dari Abu Darda`, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau
pernah melewati seorang perempuan yang
sedang hamil tua sudah dekat waktu melahirkan di muka pintu kemah. Lalu beliau
bersabda,”Barangkali dia (yakni laki-laki yang memiliki tawanan tersebut) mau
menyetubuhinya!?”
Jawab mereka, “Ya.”
Maka
bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku
berkeinginan untuk melaknatnya dengan satu laknat yang akan masuk bersamanya ke
dalam kuburnya bagaimana dia mewarisinya padahal dia tidak halal baginya,
bagaimana dia menjadikannya sebagai budak padahal dia tidak halal baginya!?”[Hadits
shahih riwayat Muslim 4/161].
Hadits
kedua:
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَرَفَعَهُ أَنَّهُ قَالَ فِي سَبَايَا أَوْطَاسَ لَا تُوطَأُ
حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
Artinya
: Dari Abu Said Al Khudriy dan dia memarfu’kannya kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang
tawanan-tawanan perang Authaas [26], “Janganlah disetubuhi perempuan yang hamil
sampai dia melahirkan dan yang tidak hamil sampai satu kali haid.” [Hadits
riwayat Abu Dawud (no. 2157), Ahmad (3/28,62,87) dan Ad Darimi (2/171.)]
Hadits
ketiga:
عَنْ
رُوَيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَامَ فِينَا خَطِيبًا قَالَ أَمَا
إِنِّي لَا أَقُولُ لَكُمْ إِلَّا مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ يَوْمَ حُنَيْنٍ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ يَعْنِي إِتْيَانَ الْحَبَالَى
وَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَقَعَ عَلَى
امْرَأَةٍ مِنْ السَّبْيِ حَتَّى يَسْتَبْرِئَهَا وَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَبِيعَ مَغْنَمًا حَتَّى يُقْسَمَ وَمَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَرْكَبْ دَابَّةً مِنْ فَيْءِ الْمُسْلِمِينَ
حَتَّى إِذَا أَعْجَفَهَا رَدَّهَا فِيهِ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ فَلَا يَلْبَسْ ثَوْبًا مِنْ فَيْءِ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى إِذَا أَخْلَقَهُ
رَدَّهُ فِيهِ
Dari
Ruwaifi’ Al Anshariy –ia berdiri di hadapan kita berkhotbah- ia berkata: Adapun
sesungguhnya aku tidak mengatakan kepada kamu kecuali apa-apa yang aku dengar
dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Hunain, beliau bersabda,
“Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk
menyiramkan air (mani)nya ke tanaman orang lain –yakni menyetubuhi perempuan
hamil- .
Dan
tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyetubuhi
perempuan dari tawanan perang sampai perempuan itu bersih. Dan tidak halal bagi
orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menjual harta rampasan
perang sampai dibagikan.
Dan
barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia menaiki
kendaraan dari harta fa-i kaum muslimin sehingga apabila binatang tersebut
telah lemah ia baru mengembalikannya.
Dan
barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari mkhir maka janganlah ia memakai
pakaian dari harta fa-i kaum muslimin sehingga apabila pakaian tersebut telah
rusak ia baru mengembalikannya.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud (no. 2158 dan 2159)
dan Ahmad (4/108/109) dengan sanad hasan.
Dan
Imam Tirmidzi (no. 1131) meriwayatkan juga hadits ini dari jalan yang lain
dengan ringkas hanya pada bagian pertama saja dengan lafazh:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَسْقِ مَاءَهُ وَلَدَ غَيْرِهِ
Artinya
: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia
menyiramkan air (mani)nya ke anak orang lain (ke anak yang sedang dikandung
oleh perempuan yang hamil oleh orang lain).
Inilah
yang menjadi madzhab-nya Imam Ahmad dan Imam Malik. Dan madzhab yang kedua ini
lebih kuat dari madzhab yang pertama dan lebih mendekati kebenaran. Wallahu
A’lam!
Adapun
masalah nasab anak dia di-nasab-kan kepada ibunya tidak kepada laki-laki yang
menzinai dan menghamili ibunya dan tidak juga kepada laki-laki yang menikahi
ibunya setelah ibunya melahirkannya. Atau dengan kata lain dan tegasnya anak
yang lahir itu adalah anak zina!
Belum ada tanggapan untuk "HUKUM ISLAM WANITA HAMIL KARENA ZINA LALU MENIKAH"
Posting Komentar