Politik identitas adalah nama untuk
menjelaskan situasi yang ditandai dengan kebangkitan kelompok-kelompok
identitas sebagai tanggapan untuk represi yang memarjinalisasikan mereka di
masa lalu. Identitas berubah menjadi politik identitas ketika menjadi basis perjuangan
aspirasi kelompok (Bagir, 2011: 18).
Identitas bukan hanya persoalan
sosio-psikologis namun juga politis. Ada politisasi atas identitas. Identitas
yang dalam konteks kebangsaan seharusnya digunakan untuk merangkum kebinekaan
bangsa ini, namun justru mulai tampak penguaan identitas-identitas sektarian
baik dalam agama suku, daerah dan lain-lain.
Identitas yang menjadi salah satu dasar
konsep kewarganegaraan (citizenship) adalah kesadaran atas kesetaraan manusia
sebagai warganegara. Identitas sebagai warganegara ini menjadi bingkai politik
untuk semua orang, terlepas dari identitas lain apapun yang dimilikinya seperti
identitas agama, etnis, daerah dan lain-lain (Bagir, 2011: 17).
Pada era reformasi, kebebasan berpikir,
berpendapat dan kebebasan lain dibuka. Dalam perkembangannya kebebasan (yang
berlebihan) ini telah menghancurkan pondasi dan pilar-pilar yang pernah
dibangun oleh pemerintah sebelumnya. Masyarakat tidak lagi kritis dalam melihat
apa yang perlu diganti dan apa yang perlu dipertahankan. Ada euphoria untuk
mengganti semua. Perkembangan lebih lanjut adalah menguatnya wacana hak asasi manusia
dan otonomi daerah yang memberikan warna baru bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara yang menunjukkan sisi positif dan negatifnya.
Perjuangkan menuntut hak asasi menguat.
Perjuangan tersebut muncul dalam berbagai bidang dengan berbagai permasalahan
seperti: kedaerahan, agama dan partai politik. Mereka masing-masing ingin
menunjukkan identitasnya, sehingga tampak kesan ada ‘perang’ identitas.
Munculnya istilah ‘putra daerah’, organisasi keagamaan baru, lahirnya
partai-partai politik yang begitu banyak, kalau tidak hati-hati dapat
memunculkan ‘konflik identitas’.
Sebagai negara -bangsa, perbedaan-perbedaan
tersebut harus dilihat sebagai realitas yang wajar dan niscaya. Perlu dibangun
jembatan-jembatan relasi yang menghubungkan keragaman itu sebagai upaya
membangun konsep kesatuan dalam keragaman. Kelahiran Pancasila diniatkan untuk
itu yaitu sebagai alat pemersatu. Keragaman adalah mozaik yang mempercantik
gambaran tentang Indonesia secara keseluruhan. Idealnya dalam suatu
negara-bangsa, semua identitas dari kelompok yang berbeda-beda itu dilampaui,
idealitas terpenting adalah identitas nasional (Bagir, 2011: 18).
Politik identitas bisa bersifat positif
maupun negatif. Bersifat positif berarti menjadi dorongan untuk mengakui dan
mengakomodasi adanya perbedaan, bahkan sampai pada tingkat mengakui predikat
keistimewaan suatu daerah terhadap daerah lain karena alasan yang dapat
dipahami secara historis dan logis. Bersifat negatif ketika terjadi
diskriminasi antar kelompok satu dengan yang lain, misalnya dominasi mayoritas
atas minoritas. Dominasi bisa lahir dari perjuangan kelompok tersebut, dan
lebih berbahaya apabila dilegitimasi oleh negara. Negara bersifat mengatasi
setiap kelompok dengan segala kebutuhan dan kepentingannya serta mengatur dan
membuat regulasi untuk menciptakan suatu harmoni (Bagir, 2011: 20).
Belum ada tanggapan untuk "Arti Dari Politik Identitas "
Posting Komentar