Negara dalam pandangan teori klasik diartikan
sebagai suatu masyarakat yang sempurna (a
perfect society). Negara pada hakikatnya adalah suatu masyarakat sempurna
yang para anggotanya mentaati aturan yang sudah berlaku.
Suatu masyarakat dikatakan sempurna jika
memiliki sejumlah kelengkapan yakni internal dan eksternal. Kelengkapan secara
internal, yaitu adanya penghargaan nilai-nilai kemanusiaan di dalam kehidupan
masyarakat itu. Saling menghargai hak sesama anggota masyarakat.
Kelengkapan secara eksternal, jika keberadaan
suatu masyarakat dapat memahami dirinya sebagai bagian dari organisasi
masyarakat yang lebih luas. Dalam konteks ini pengertian negara seperti halnya
masyarakat yang memiliki kedua kelengkapan internal dan eksternal, there exists only one perfect society in the
natural order, namely the state (Henry J. Koren (1995:24).
Dalam perkembangannya, teori klasik tentang
negara ini tampil dalam ragam formulasinya, misalnya menurut tokoh; Socrates,
Plato dan Aristoteles. Munculnya keragam konsep teori tentang negara hanya
karena perbedaan cara-cara pendekatan saja. Pada dasarnya negara harus
merepresentasikan suatu bentuk masyarakat yang sempurnya.Teori klasik tentang
negara tersebut mendasarkan konsep “masyarakat sempurna” menginspirasikan
lahirnya teori modern tentang negara, kemudian dikenal istilah negara hukum.
Istilah negara hukum secara terminologis
terjemahan dari kata Rechtsstaat atau
Rule of law. Para ahli hukum di
daratan Eropa Barat lazim menggunakan istilah Rechtsstaat, sementara tradisi
Anglo–Saxon menggunakan istilah Rule of
Law. Di Indonesia, istilah Rechtsstaat dan Rule of law biasa diterjemahkan dengan istilah “Negara Hukum”
(Winarno, 2007).
Gagasan negara hukum di Indonesia yang
demokratis telah dikemukakan oleh para pendiri negara Republik Indonesia (Dr.
Tjipto Mangoenkoesoemo dan kawan-kawan) sejak hampir satu abad yang lalu.
Walaupun pembicaraan pada waktu itu masih dalam konteks hubungan Indonesia
(Hindia Belanda) dengan Netherland. Misalnya melalui gagasan Indonesia (Hindia
Belanda) berparlemen, berpemerintahan sendiri, dimana hak politik rakyatnya
diakui dan dihormati.
Jadi, cita-cita negara hukum yang demokratis
telah lama bersemi dan berkembang dalam pikiran dan hati para perintis
kemerdekaan bangsa Indonesia. Apabila ada pendapat yang mengatakan cita negara
hukum yang demokratis pertama kali dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah tidak memiliki
dasar historis dan bisa menyesatkan.
Para pendiri negara waktu itu terus
memperjuangkan gagasan negara hukum. Ketika para pendiri negara bersidang dalam
BPUPKI tanggal 28 Mei –1 Juni 1945 dan tanggal 10-17 Juli 1945 gagasan dan
konsep Konstitusi Indonesia dibicarakan oleh para anggota BPUPKI. Melalui
sidang-sidang tersebut dikemukakan istilah rechsstaat (Negara Hukum) oleh Mr.
Muhammad Yamin (Abdul Hakim G Nusantara, 2010:2).
Dalam sidang–sidang tersebut muncul berbagai
gagasan dan konsep alternatif tentang ketatanegaraan seperti: negara sosialis,
negara serikat dikemukakan oleh para pendiri negara. Perdebatan pun dalam
sidang terjadi, namun karena dilandasi tekad bersama untuk merdeka, jiwa dan
semangat kebangsaan yang tinggi (nasionalisme) dari para pendiri negara,
menjunjung tinggi azas kepentingan bangsa, secara umum menerima konsep negara
hukum dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Semangat cita negara hukum para pendiri
negara secara formal dapat ditemukan dalam setiap penyusunan konstitusi, yaitu
Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950. Dalam konstitusi – konstitusi tersebut
dimasukkan Pasal-pasal yang termuat dalam Deklarasi Umum HAM PBB tahun 1948.
Hal itu
menunjukkan bahwa ketentuan-ketentuan tentang
penghormatan, dan perlindungan HAM perlu dan penting untuk dimasukkan ke dalam
konstitusi negara (Abdul Hakim G Nusantara, 2010:2)
Pengertian negara hukum selalu menggambarkan
adanya penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara yang didasarkan atas
hukum. Pemerintah dan unsur-unsur lembaga di dalamnya dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya terikat oleh hukum yang berlaku. Menurut Mustafa Kamal (2003),
dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan
hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum.
Dasar yuridis bagi negara Indonesia sebagai
negara hukum tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara RI 1945 (amandemen
ketiga), “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” Konsep negara hukum mengarah
pada tujuan terciptanya kehidupan demokratis, dan terlindungi hak azasi
manusia, serta kesejahteraan yang berkeadilan.
Menurut Winarno (2010), konsepsi negara hukum
Indonesia dapat di masukkan dalam konsep negara hukum dalam arti material atau
negara hukum dalam arti luas. Pembuktiannya dapat kita lihat dari perumusan
mengenai tujuan bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD Negara RI
1945 Alenia IV. Bahwasannya, negara bertugas dan bertanggungjawab tidak hanya
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia tetapi
juga memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
Bukti lain yang menjadi dasar yuridis bagi
keberadaan negara hukum Indonesia dalam arti material, yaitu pada: Bab XIV
Pasal 33 dan Pasal 34 UUD Negara RI 1945, bahwa negara turut aktif dan
bertanggungjawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Belum ada tanggapan untuk "Arti Dari Negara Hukum"
Posting Komentar