Salah
satu anak bangsa yang tidak pernah jenuh mengingatkan kita semua agar tidak
pelupa adalah (almarhum) Munir. Dengan sikap dan perjuangannya, Munir mencoba
mempertahankan ingatan kita dan secara bersamaan juga melakukan perlawanan
terhadap lupa.
Orang
asal kota Malang yang termasyhur itu bukanlah seorang pejabat tinggi atau ketua
parpol dari negara ini. Ia hanyalah seorang berperawakan kecil lulusan Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya. Dengan latar belakang sarjana hukum, ia bergabung
dengan lembaga bantuan hukum (LBH).
Berawal
dari LBH inilah, si kecil Munir yang diibaratkan oleh Haidar Bagir sebagai
“David” melawan “Goliath” Soeharto dengan kuasa gelap militer yang menyesakkan
serta menggetarkan sukma siapa saja (hal. 79). Sejak saat itu, Munir terus
melaksanakan rasa hormatnya terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam aksi yang
jelas dan tegas.
Terlepas
dari segala sumbangsih Munir terhadap penegakan HAM di Bumi Indonesia, faktanya
Munir sekarang telah pergi meninggalkan kita semua. Sebagian kawan
mempersoalkan, Munir yang usianya masih terlalu muda, belum genap sewindu,
masih banyak yang bisa dilakukan olehnya.
Ada
pihak lain yang menggugat Munir yang “diambil” lebih dahulu. Singkatnya, jika
hati diikuti, rasanya sebagian dari kita tidak ikhlas atas kepergian Munir.
Namun, inilah rahasia Tuhan, Allah memang punya hak prerogatif untuk menentukan
usia seseorang.
Banyaknya
orang kehilangan atas kepergian Munir, bukan hanya sahabat dekatnya, tetapi
seluruh warga Indonesia yang mendamba keadilan. Tidak sekadar warga Indonesia,
sekaligus para intelektual dunia yang concern terhadap pembelaan HAM.
Rasa
kehilangan serta kesedihan dari orang-orang yang pernah mengenal Munir secara
langsung itulah yang dirangkum dalam buku ini. Seperti yang ditulis Yukio
Mishima, “Apresiasi yang kita berikan pada kehidupan seharusnya berlaku sama
pada kematian, karena kematian selalu membawa makna dan bukan hal yang siasia”.
Belum ada tanggapan untuk "Kisah Sejarah Munir, Pahlawan Melawan Lupa"
Posting Komentar