Informasiuntukumum
- Cikal bakal pemberontakan DI/TII yang meluas di beberapa wilayah Indonesia
bermula dari sebuah gerakan di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo.
Ia
dulu adalah salah seorang tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Adalah
perjanjian Renville yang membuka peluang bagi Kartosuwiryo untuk lebih
mendekatkan cita-cita lamanya untuk mendirikan negara Islam.
Salah
satu keputusan Renville adalah harus pindahnya pasukan RI dari daerahdaerah
yang diklaim dan diduduki Belanda ke daerah yang dikuasai RI.
Di
Jawa Barat, Divisi Siliwangi sebagai pasukan resmi RI pun dipindahkan ke Jawa
Tengah karena Jawa Barat dijadikan negara bagian Pasundan oleh Belanda.
Akan
tetapi laskar bersenjata Hizbullah dan Sabilillah yang telah berada di bawah
pengaruh Kartosuwiryo tidak bersedia pindah dan malah membentuk Tentara Islam
Indonesia (TII).
Vakum
(kosong)-nya kekuasaan RI di Jawa Barat segera dimanfaatkan Kartosuwiryo. Meski
awalnya ia memimpin perjuangan melawan Belanda dalam rangka menunjang
perjuangan RI, namun akhirnya perjuangan tersebut beralih menjadi perjuangan
untuk merealisasikan cita-citanya.
Ia
lalu menyatakan pembentukan Darul Islam (negara Islam/DI) dengan dukungan TII,
di Jawa Barat pada Agustus 1948.
Persoalan
timbul ketika pasukan Siliwangi kembali balik ke Jawa Barat. Kartosuwiryo tidak
mau mengakui tentara RI tersebut kecuali mereka mau bergabung dengan DI/TII.
Ini
sama saja Kartosuwiryo dengan DI/TII nya tidak mau mengakui pemerintah RI di
Jawa Barat. Maka pemerintahpun bersikap tegas.
Meski
upaya menanggulangi DI/TII Jawa Barat pada awalnya terlihat belum dilakukan
secara terarah, namun sejak tahun 1959, pemerintah mulai melakukan operasi
militer.
Operasi
terpadu “Pagar Betis” digelar, dimana tentara pemerintah menyertakan juga
masyarakat untuk mengepung tempat-tempat pasukan DI/TII berada.
Tujuan
taktik ini adalah untuk mempersempit ruang gerak dan memotong arus perbekalan
pasukan lawan. Selain itu diadakan pula operasi tempur dengan sasaran langsung
basis-basis pasukan DI/TII.
Melalui
operasi ini pula Kartosuwiryo berhasil ditangkap pada tahun 1962. Ia lalu
dijatuhi hukuman
mati,
yang menandai pula berakhirnya pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo.
Di
Jawa Tengah, awal kasusnya juga mirip, dimana akibat persetujuan Renville
daerah Pekalongan-Brebes-Tegal ditinggalkan TNI (Tentara Nasional Indonesia)
dan aparat pemerintahan.
Terjadi
kevakuman di wilayah ini dan Amir Fatah beserta pasukan Hizbullah yang tidak
mau di-TNI-kan segera mengambil alih.
Saat
pasukan TNI kemudian balik kembali ke wilayah tersebut setelah Belanda
melakukan agresi militernya yang kedua, sebenarnya telah terjadi kesepakatan
antara Amir Fatah dan pasukannya dengan pasukan TNI.
Amir
Fatah bahkan diangkat sebagai koordinator pasukan di daerah operasi Tegal dan
Brebes. Namun ketegangan karena berbagai persoalan antara pasukan Amir Fatah
dengan TNI sering timbul kembali.
Amir
Fatah pun semakin berubah pikiran setelah utusan Kartosuwiryo datang menemuinya
lalu mengangkatnya sebagai Panglima TII Jawa Tengah.
Ia
bahkan kemudian ikut memproklamirkan berdirinya Negara Islam di Jawa Tengah.
Sejak itu terjadi kekacauan dan konflik terbuka antara pasukanAmir Fatah dengan
pasukanTNI.
Belum ada tanggapan untuk "Isi Sejarah Pemberontakan DI/TII "
Posting Komentar