Informasiuntukumum
- Tentu saja prinsip tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem asuransi
konvensional, yang menggunakan prinsip transfer risiko. Seseorang membayar
sejumlah premi untuk mengalihkan risiko yang tidak mampu dia pikul kepada
perusahaan asuransi.
Dengan
kata lain, telah terjadi ‘jual-beli’ atas risiko kerugian yang belum pasti
terjadi. Di sinilah cacat perjanjian asuransi konvensional. Sebab akad dalam
Islam mensyaratkan adanya sesuatu yang bersifat pasti, apakah itu berbentuk
barang ataupun jasa.
Perbedaan
yang lain, pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana peserta
tidak dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum
masa jatuh tempo. Dalam konsep asuransi syari’ah, mekanismenya tidak mengenal
dana hangus.
Peserta
yang baru masuk sekalipun, lantas karena satu dan lain hal ingin mengundurkan
diri, dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali,
kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’
(sumbangan) yang tidak dapat diambil.
Setidaknya,
ada manfaat yang bisa diambil kaum muslimin dengan terlibat dalam asuransi
syar³’ah, di antaranya bisa menjadi alternatif perlindungan yang sesuai dengan
hukum Islam.
Produk
ini juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep
syariah lebih adil bagi mereka karena syariah merupakan sebuah prinsip yang
bersifat universal.
Untuk
pengaturan asuransi di Indonesia dapat dipedomani Fatwa Dewan Syar³’ah Nasional
No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syar³’ah.
Belum ada tanggapan untuk "Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional "
Posting Komentar