Informasiuntukumum
- Salah satu sifat wajib bagi rasul adalah tabl³g, yakni menyampaikan wahyu
dari Allah Swt. kepada umatnya. Semasa Nabi Muhammad saw. masih hidup, seluruh
waktunya dihabiskan untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya.
Setelah
Rasulullah saw. wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, para
tabi’in (pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya
sahabat).
Setelah
mereka semuanya tiada, siapakah yang akan meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran
Islam kepada orang-orang sesudahnya? Kita sebagai siswa muslim punya tanggung
jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak
yang menyangka bahwa tugas tabl³g hanyalah tugas alim ulama saja. Hal itu tidak
benar. Setiap orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi di hadapannya,
Ia
wajib mencegahnya atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya),
mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran
tersebut).
Seseorang
tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat kemungkaran
terjadi di depan matanya, dan ia mampu menghentikannya, ia wajib
menghentikannya.
Bagi
yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang
lain, siapa pun mereka.
Sebagaimana
hadis Rasulullah saw.:
Artinya:
Dari
Abi Said al-Khudri ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:
barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya.
Apabila
tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya. apabila tidak mampu maka dengan
hatinya (tidak mengikuti kemungkaran tersebut), dan itu selemah-lemahnya iman.
(HR. Muslim)
Teguran
dari Allah Swt. melalui al-Qur’ãn Pada suatu hari Rasulullah saw. membaca
al-Qur’an dan menyampaikan dakwahnya dengan wajah berseri-seri.
Tiba-tiba
datang seorang buta yang bernama Abdullah bin Suraikh bin Malik bin Rabi’ah
Al-Fihri. Ia hendak bertemu Nabi dan benar-benar ingin mendapatkan penjelasan
tentang Islam langsung dari Nabi.
Tetapi
Nabi tidak menghiraukannya, ia berharap dengan memperhatikan, pembesar Quraisy
ini akan masuk Islam sehingga Islam makin kuat.
Sementara
si buta ini tidak banyak membawa pengaruh kepada kemajuan Islam sehingga
dihiraukan oleh Nabi.
Dengan
adanya peristiwa tersebut, Allah Swt. menurunkan ayat Q.S. ‘Abasa/80: 1-11
sebagai berikut:
Dia
(Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang
kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali
dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran,
yang memberi manfaat kepadanya?
Adapun
orang yang merasa dirinya serbacukup (pembesar-pembesar Quraisy), engkau
(Muhammad) memberi perhatian kepadanya, padahal tidak ada (cela) atasmu kalau
dia tidak menyucikan diri (beriman).
Dan
adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan
pengajaran), sedang dia takut (kepada Allah), engkau (Muhammad) malah
mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) itu
suatu peringatan.”
Ayat
tersebut sebagai teguran Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. Sejak itu Nabi
selalu berseri-seri menghormati siapa saja yang datang dan meminta penjelasan.
(Diambil
dari 365 Kisah Teladan Islam satu kisah selama setahun, Ariany Syurfah)
Belum ada tanggapan untuk "Pentingnya Tablig Dalam Syariat Islam"
Posting Komentar