Informasiuntukumum
- Pemprov Jawa Timur akan menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2016
tentang kewenangan pengelolaan SMA/SMK, mulai 2017 mendatang.
Bantuan
operasional (bopda) dari pemerintah kota/kabupaten pun berhenti.
Untuk
memenuhi operasional sekolah, siswa se-Jatim akan dipungut sumbangan
penyelenggaraan pendidikan (SPP) sampai ratusan ribu rupiah per bulan.
Umi
Hany Akasah - Wartawan Radar Surabaya
Selama
ini bopda adalah anggaran yang membuat sekolah di Jawa Timur gratis.
Sebab,
bopda yang diberikan kota/kabupaten mampu mencukupi kebutuhan anggaran di sekolah masing-masing.
Di
Surabaya misalnya. Setiap siswa SMA/SMK mendapatkan anggaran bos sebesar Rp 1,4
juta per tahun.
Untuk
memenuhi anggaran itu, pemkot membantu dengan bopda Rp 152 ribu per bulan.
Dalam
setahun, siswa mendapatkan dana Rp 1,824 ribu. Jika ditotal maka satu siwa di
Surabaya mendapatkan dana pendidikan sebesar
Rp 3,224 ribu.
Jumlah
itu sudah mampu mencukupi kebutuhan operasional sampai gaji GTT/PTT di sekolah.
Kepala
Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim Saiful Rachman mengatakan rata-rata cost
siswa SMA/SMK di Jatim antara Rp 3 sampai 4 juta setahun.
”Cost
pendidikan Rp 3 jutaan setahun. Sedangkan bopda Rp 1,4 jutaan setahun. Untuk
menambah cost pendidikan Rp 1,6 juta makanya akan ada tarikan. Kalau Rp, 1,6
juta dibagi 12, maka minimal tarikan Rp 130 sampai Rp 150 ribu,” kata Saiful
ditemui di ruangannya, Senin (14/11).
Tarikan
SPP sebesar Rp 130 ribu– Rp 150 ribu itu adalah yang terkecil. Jumlah itu bisa
berubah tergantung beberapa hal seperti biaya operasional sekolah, kegiatan dan
mutu proses pembelajaran, dan UMK (upah minimum kabupaten/kota) GTT/PTT.
”Ada
hitung-hitungannya. Skema pembiayaan akan disusun Desember mendatang,” tegas
Saiful.
Meski
diperbolehkan penarikan SPP, lanjut Saiful, dispendik akan tetap memantau
penarikan.
”Sekolah
harus bebas pungli. Meskipun diperlukan biaya yang ditarik dari masyarakat,
tetap harus sesuai dengan ketentuan yang ada," tutur Saiful.
Pungutan
yang diperbolehkan ialah untuk menutupi kekurangan biaya operasional.
Selain
itu, untuk inovasi program-program di sekolah.
”Pendaftaran
tidak boleh ditarik biaya. Tidak ada penarikan gedung. Jika ada maka itu
termasuk pungli,” terang mantan kepala Badan Diklat Jatim ini.
Sebab,
kegiatan pembangunan harus dilakukan dengan standar pelaksanaan dan pengawasan
yang sudah tercatat dalam RAPBS (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah).
Dalam
aturan penarikan SPP, Saiful memastikan adanya aturan yang adil. Besaran
nilainya akan mempertimbangkan kondisi daerah dan tipe sekolah. Artinya,
besaran SPP tidak akan disamaratakan.
”Berapa
pun yang akan ditarik sekolah ke siswa harus atas sepengetahuan kami,”
jelasnya.
Sekretaris
Dispendik Jatim, Sucipto mengatakan
penarikan pungutan juga diperbolehkan dari pihak ketiga.
Misalnya
dana yang bersumber dari corporate social responsibility (CSR). Pihaknya tidak
berkenan bila sekolah menggunakan komite sekolah sebagai alat untuk menggali
dana ke wali murid.
”RAPBS
juga harus dibicarakan dengan komite sekolah. Komite sekolah itu tugasnya hanya
memfasilitasi sekolah bertemu dengan wali murid.
Jangan
sampai ikut mengumpulkan sumbangan, apalagi tanpa sepengetahuan sekolah,
pungkas Sucipto,” ujarnya.(*/no/sam/jpnn/iuu)
Belum ada tanggapan untuk "Pendaftaran Sekolah Memakai Pembayaran dan Penarikan Gedung Adalah PUNGLI"
Posting Komentar