Informasiuntukumum
- Banyak metode yang digunakan dalam praktik untuk menentukan tingkat kemajuan
penyelesaian.
Yang
paling banyak dipakai adalah metode ’cost-to-cost (biaya-ke-biaya),’ metode
’efforts-expended (upayayang-telah-dilakukan),’ dan metode ’units of work
performed (unitpekerjaan-yang-telah-dilaksanakan)’
Tujuan
dari semua metode tersebut adalah untuk mengukur kemajuan tahapan dari
pekerjaan yang tergambarkan melalui biaya, unit, atau nilai tambah.
Berbagai
macam pengukuran (semisal, biaya yang terjadi, jumlah jam kerja tenaga kerja,
kuantitas yang diproduksi, jumlah lantai gedung yang selesai dibangun, dan
seterusnya) diidentifikasikan dan diklasifikasikan berdasarkan ukuran-ukuran
masukan (input) dan keluaran (output).
Pengukuran
masukan (biaya yang terjadi, jumlah jam kerja tenaga kerja) dinyatakan dalam
bentuk upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kontrak.
Pengukuran
keluaran (seperti kuantitas yang dihasilkan, jumlah lantai gedung yang selesai
dibangun, jumlah kilometer jalan tol yang terselesaikan) dinyatakan dalam
bentuk hasil yang diperoleh.
Tidak
ada di antara kedua metode tersebut di atas yang bersifat pasti atau berlaku
universal untuk setiap kontrak jangka panjang.
Penggunaannya
amat membutuhkan penyesuaian yang hati-hati dan kebijaksanaan dalam
menerapkannya sesuai situasi.
Baik
pengukuran masukan maupun keluaran memiliki ketidakuntungan tertentu. Pengukuran
masukan didasarkan pada hubungan yang kuat antara suatu unit masukan dengan
produktivitas.
Jika
ada ketidakefisienan yang mengakibatkan hubungan produktivitasnya berubah, maka
hasil pengukurannya akan menjadi tidak akurat.
Masalah
lain yang dapat terjadi adalah yang disebut ”pemuatan ujung pangkal (front-end
loading),” yang dapat membuat estimasi penyelesaian menjadi terlalu tinggi
karena terjadinya biaya yang signifikan di awal pengerjaan kontrak.
Beberapa
biaya konstruksi pada tahap awal kadang harus diabaikan ketika biaya tersebut
tidak berhubungan dengan pengerjaan kontrak—misalnya, biaya bahan yang belum
digunakan atau biaya subkontrak yang belum dilaksanakan.
Pengukuran
keluaran dapat menghasilkan perhitungan yang tidak akurat jika unit yang
digunakan tidak dapat diperbandingkan dalam waktu, upaya, ataupun biaya untuk
menyelesaikan kontrak.
Sebagai
contoh, menggunakan jumlah lantai gedung yang dapat diselesaikan bisa jadi akan
dapat menyesatkan.
Menyelesaikan
lantai pertama dari sebuah gedung 8 lantai mungkin membutuhkan lebih dari
sekedar seperdelapan dari total biaya karena besarnya biaya konstruksi untuk
mengerjakan pondasi dan struktur bagian bawah lebih dari biaya yang dibutuhkan
untuk mengerjakan tiap lantai berikutnya.
Salah
satu pengukuran masukan yang lebih populer untuk menentukan kemajuan
penyelesaian pekerjaan adalah basis biaya-kebiaya.
Dengan
basis biaya-ke-biaya ini, persentase penyelesaian diukur dengan membandingkan
biaya yang terjadi sampai dengan tanggal laporan dengan estimasi total biaya
yang paling mutakhir untuk menyelesaikan kontrak,
Sebagaimana
ditunjukkan dalam persamaan berikut ini.
Biaya
yang terjadi s/d tanggal laporan Persentase Penyelesaian = Estimasi total biaya
terkini
Persentase
biaya yang terjadi yang dibebankan dari estimasi total biaya dikaitkan kepada
total pendapatan atau total estimasi laba kotor dari kontrak yang bersangkutan.
Jumlah
yang harus ditentukan adalah pendapatan atau laba kotor yang harus diakui pada
tanggal laporan.
Pendapatan
(atau laba Estimasi Persentase kotor) yang diakui pada = total pendapatan X
penyelesaian
tanggal
laporan (atau laba kotor)
Untuk
menentukan besarnya pendapatan dan laba kotor yang diakui pada setiap periode
maka kita mengurangkan total pendapatan atau laba kotor yang telah diakui pada
periode sebelumnya.
Belum ada tanggapan untuk "Cara Mengukur Kemajuan Penyelesaian "
Posting Komentar