Informasiuntukumum
- Suku Toraja adalah suku yang menetap
di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Nama Toraja mulanya
diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu.
Orang
Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja, artinya “Orang
yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedangkan orang Luwu menyebutnya
To Riajang, artinya orang yang berdiam di sebelah barat.
Ada
juga versi lain kata Toraya. To = Tau (orang), Raya = Maraya (besar), artinya
orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja,
dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal
kemudian dengan Tana Toraja.
Di
wilayah Tana Toraja juga digelar “Tondok Lili’na Lapongan Bulan Tana
Matari’ollo”, arti harfiahnya, “Negeri yang bulat seperti bulan dan matahari”.
Wilayah ini dihuni oleh satu etnis (Etnis Toraja). Tana Toraja, Sulawesi
Selatan
Tana
Toraja memiliki kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang
biasa disebut “Rambu Tuka”. Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan
diletakan di “Tongkanan“ untuk beberapa waktu.
Jangka
waktu peletakan ini bisa lebih dari 10 tahun sampai keluarganya memiliki cukup
uang untuk melaksanakan upacara yang pantas bagi si mayat. Setelah upacara,
mayatnya dibawa ke peristirahatan terakhir di dalam Goa atau dinding gunung.
Tengkorak-tengkorak
itu menunjukan pada kita bahwa, mayat itu tidak dikuburkan tapi hanya diletakan
di batuan, atau dibawahnya, atau di dalam lubang. Biasanya, musim festival
pemakaman dimulai ketika padi terakhir telah dipanen, sekitar akhir Juni atau
Juli, paling lambat September.
Peti
mati yang digunakan dalam pemakaman dipahat menyerupai hewan (Erong). Adat
masyarakat Toraja antara lain, menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, atau
dibuatkan sebuah rumah (Pa'tane).
Rante
adalah tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan 100 buah
“batu”, dalam Bahasa Toraja disebut Simbuang Batu. Sebanyak 102 bilah batu yang
berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah sedang, dan 54
buah kecil.
Ukuran
batu ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan tersebut hanyalah faktor
perbedaan situasi dan kondisi pada saat pembuatan/pengambilan batu.
Simbuang
Batu hanya diadakan bila pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya
diadakan dalam tingkat “Rapasan Sapurandanan” (kerbau yang dipotong
sekurangkurangnya 24 ekor).
Belum ada tanggapan untuk "Sejarah Asli Suku Toraja "
Posting Komentar