Informasiuntukumum
- Sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang macam-macam mu’amalah, di sini
akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
1.
Jual-Beli
Jual-beli
menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda untuk memiliki
benda tersebut selamanya.
Melakukan
jual-beli dibenarkan, sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:
Artinya:”...
dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Q.S.
al-Baqarah/2: 275).
Apabila
jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nilainya, dan agar
tidak terjadi kekurangan di belakang hari, al-Qur’ãn menyarankan agar dicatat,
dan ada saksi, lihatlah penjelasan ini pada Q.S. al-Baqarah/2: 282.
a.
Syarat-Syarat Jual-Beli
Syarat-syarat
yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual-beli adalah sebagai berikut.
1)
Penjual dan pembelinya haruslah:
a)
ballig,
b)
berakal sehat,
c)
atas kehendak sendiri.
2)
Uang dan barangnya haruslah:
a)
halal dan suci.
Haram
menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan berhala, termasuk lemak bangkai
tersebut;
b)
bermanfaat.
Membeli
barang-barang yang tidak bermanfaat sama
dengan
menyia-nyiakan harta atau pemboros.
Artinya:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan
itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Isra’/17: 27)
c)
Keadaan barang dapat diserahterimakan.
Tidak
sah menjual barang yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan
dalam
laut
atau barang yang sedang dijadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.
d)
Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.
e)
Milik sendiri,
Sabda
Rasulullah saw., “Tak sah jual-beli melainkan
atas
barang yang dimiliki.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
3)
Ijab Qobul
Seperti
pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli
menjawab, “Baiklah saya beli.” Dengan demikian, berarti jual-beli itu
berlangsung suka sama suka. Rasulullah saw.
bersabda,
“Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR. Ibnu Hibban)
b.
Khiyar
1)
Pengertian Khiyar
Khiyar
adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau membatalkannya. Islam
memperbolehkan melakukan khiyar karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama
suka, tanpa ada unsur paksaan sedikit pun.
Penjual
berhak mempertahankan harga barang dagangannya, sebaliknya pembeli berhak
menawar atas dasar kualitas barang yang diyakininya. Rasulullah saw. bersabda,
“Penjual dan pembeli tetap dalam khiyar selama keduanya belum berpisah.
Apabila
keduanya berlaku benar dan suka menerangkan keadaan (barang)nya, maka
jual-belinya akan memberkahi keduanya.
Apabila
keduanya menyembunyikan keadaan sesungguhnya serta berlaku dusta, maka dihapus
keberkahan jual-belinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2)
Macam-Macam Khiyar
a)
Khiyar Majelis,
adalah
selama penjual dan pembeli masih berada di tempat berlangsungnya
transaksi/tawar-menawar, keduanya berhak memutuskan meneruskan atau membatalkan
jual-beli.
Rasulullah
saw. bersabda, “Dua orang yang berjual-beli, boleh memilih akan meneruskan atau
tidak selama keduanya belum berpisah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
b)
Khiyar Syarat,
adalah
khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual mengatakan,
“Saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.”
Maksudnya
penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya
pembelian tersebut dalam waktu tiga hari.
Apabila
pembeli mengiyakan, status barang tersebut sementara waktu (dalam masa khiyar)
tidak ada pemiliknya. Artinya, si penjual tidak berhak menawarkan kepada orang
lain lagi.
Namun,
jika akhirnya pembeli memutuskan tidak jadi, barang tersebut menjadi hak
penjual kembali. Rasulullah saw. bersabda kepada seorang lelaki, “Engkau boleh
khiyar pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari tiga malam.” (HR.
Baihaqi dan Ibnu Majah)
c)
Khiyar Aibi (cacat),
adalah
pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang
dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan
sesegera mungkin.
Belum ada tanggapan untuk "Macam-Macam Mu’amalah "
Posting Komentar